Jumat, 22 Maret 2013

para penggugat syariat



Oleh  : Julvian

GELIAT PARA PENGGUGAT SYARI’AT

Perjuangan untuk menegakkan syariat tampaknya masih membentur tembok besar. Belum lagi syariat secara utuh, kesadaran beberapa pemimpin daerah untuk menerapkan sebagian kecil dari syariat dengan perda syariat, perda antimaksiat dan sejenisnya mulai diusik, begitupun dengan undang-undang perkawinan dan hukum waris. Kita tidak begitu heran jika ungkapan keberatan itu datangnya dari orang-orang non muslim. Yang kita heran, ternyata gugatan dan usaha penggembosan itu malah datang dari sebagian umat muslim. Atribut yang semestinya disandang oleh orang yang mengimani totalitas AL-Quran, termasuk firman Allah, "keputusan (hukum) menetapkan sesuatu hanyalah hak Allah." (QS.Yusuf : 13) juga firman Allah, "barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" (QS.Al-maidah : 44).

GELIAT PARA PENGGUGAT

Fakta di lapangan menunjukan, upaya untuk menerapkan syariat sering diganjal oleh oknum-oknum muslimin sendiri. Benarlah kata orang " sering kali islam terhalang oleh orang islam sendiri." Bukankah yang menggugat undang-undang perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita itu dikenal sebagai muslim ? Bahkan kuliahnya pun di universitas yang mestinya menjadi cikal bakal para ulama, bukan paran pecundang. Aneh, mereka memperjuangkan hak kaum homo untuk menikah sesama jenis. Begitu juga dengan syariaat perkawinan yang harus seagama, bukankah penggugatnya justru para "cendikiawan" muslim ? Mereka menggugat syariat yang mengharamkam wanita non muslimah dinikahi laki-laki non muslim. Firman Allah, "mereka (muslimah) tiada halal bagi orang orang kafir itu tiada hal pula bagi mereka (muslimah)." (QS.Muntahanah : 10)

Seorang oknum kyai juga pernah sesumbar (menantang), "siapa yang akan menegakkan hukum islam di indonesia, sayalah yang akan menjadi musuh pertamanya". Belakangan, kesadaran para pemimpin untuk menerapkan sebagian syariat dalam bentuk perda (peraturan derah) mulai digembosi oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh islam juga. Ada yang mengeluarkan pernyataan " penerapan perda syariat dalam masyarakat yang plural tidak bijak." Padahal kita tahu, syariat yang dijalankan di masa Nabi maupun Khulafaur Rasyidin juga untuk masyarakat yang plural, kompleks dan tak hanya orang islam saja. Kita tahu dibalik pernyataan mereka itu. Apakah ingin menjadi pahlawan bagi kelompok anti islam ? Atau untuk menunjukan bahwa mereka bukan muslim yang fundamentalis, garis keras atau fanatik ? Yang jelas, taruhan yang mereka pasang untuk itu terlampau besar. Kalaupun mendapat ridha (sebagian) manusia, mereka harus berhadapan dengan murka Allah.

PENGIDAP NIFAK AKUT

Sebenarnya, aksi menggugat syariat itu hanya dilakukan oleh para pengidap penyakit nifak yang sudah akut. Dan memang sejak dulu penyakit phobi syariat selalu menyebar dan disebarkan oleh orang orang munafik. Sekali sekali mereka tidak rela dengan tegaknya syariat. Secuil isu syariat di gelindingkan, mereka akan menyumbat dengan sebongkah proteksi dan antisipasi. Allah menggambarkan watak paten orang munafik, "apabila dikatakan kepada mereka: "marilah kamu (tunduk) kepada hukum Rasul," niscaya kamu melihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS. An-nisa' : 61). Karakter itu bertolak belakang dengan kaum mukminin yang dipuji oleh Allah, "sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasulnya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patu." Dan mereka itulah orang yang beruntung." (QS.An-nuur : 51)

UJIAN BAGI ORANG MUKMIN

Rasa sedih, kecewa dan bahkan kesal bisa saja menyelimuti benak para pendamba tegaknya syariat. Karena perjuangan umat islam di Indonesia sejak dahulu selalu kandas. Kesal karena penghalangnya justru dari para penganutnya sendiri yang (mungkin) ingin mencari muka.tapi tentu saja, perjuangan itu tak akan sia-sia. Jika Allah menghendaki, dia kuasa untuk merubah keadaan seketika. Syariat tiba-tiba tegak tanpa melalui perjuangan, misalnya karena "Allah Pencipta Langit dan Bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya : "jadilah" maka jadilah" (QS.AL-Baqarah : 117) Belum teraihnya dambaan kaum muslimin yang ingin melihat tegaknya syariat adalah merupakan ujian, sebagai sarana untuk memisahkan, memilah dan menyaring, siapa yang memperjuangkan, siapa yang memberi dukungan, siapa yang cuek dan siapa yang menentang. Sebagaimana awal mula dakwah islam didengungkan. Kalau Allah berkehendak, tentu Dia kuasa menjadikan Islam langsung memimpin dunia. Tapi Allah hendak mengganjar para pejuangnya, dan memberikan balasan yang setimpal atas orang-orang yang menghalanginya.
Wallahu A'lam bishawab.                                    

Penulis Adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Malikussaleh (UNIMAL)



1 komentar: