Oleh : Julvian
GELIAT PARA PENGGUGAT SYARI’AT
Perjuangan
untuk menegakkan syariat tampaknya masih membentur tembok besar. Belum lagi
syariat secara utuh, kesadaran beberapa pemimpin daerah untuk menerapkan
sebagian kecil dari syariat dengan perda syariat, perda antimaksiat dan
sejenisnya mulai diusik, begitupun dengan undang-undang perkawinan dan hukum
waris. Kita tidak begitu heran jika ungkapan keberatan itu datangnya dari
orang-orang non muslim. Yang kita heran, ternyata gugatan dan usaha
penggembosan itu malah datang dari sebagian umat muslim. Atribut yang
semestinya disandang oleh orang yang mengimani totalitas AL-Quran, termasuk
firman Allah, "keputusan (hukum) menetapkan sesuatu hanyalah hak
Allah." (QS.Yusuf : 13) juga
firman Allah, "barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" (QS.Al-maidah : 44).
GELIAT PARA PENGGUGAT
Fakta
di lapangan menunjukan, upaya untuk menerapkan syariat sering diganjal oleh
oknum-oknum muslimin sendiri. Benarlah kata orang " sering kali islam
terhalang oleh orang islam sendiri." Bukankah yang menggugat undang-undang
perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan
wanita itu dikenal sebagai muslim ? Bahkan kuliahnya pun di universitas yang
mestinya menjadi cikal bakal para ulama, bukan paran pecundang. Aneh, mereka
memperjuangkan hak kaum homo untuk menikah sesama jenis. Begitu juga dengan
syariaat perkawinan yang harus seagama, bukankah penggugatnya justru para
"cendikiawan" muslim ? Mereka menggugat syariat yang mengharamkam
wanita non muslimah dinikahi laki-laki non muslim. Firman Allah, "mereka
(muslimah) tiada halal bagi orang orang kafir itu tiada hal pula bagi mereka
(muslimah)." (QS.Muntahanah : 10)
Seorang
oknum kyai juga pernah sesumbar (menantang), "siapa yang akan menegakkan
hukum islam di indonesia, sayalah yang akan menjadi musuh pertamanya".
Belakangan, kesadaran para pemimpin untuk menerapkan sebagian syariat dalam
bentuk perda (peraturan derah) mulai digembosi oleh orang-orang yang dikenal
sebagai tokoh islam juga. Ada yang mengeluarkan pernyataan " penerapan
perda syariat dalam masyarakat yang plural tidak bijak." Padahal kita
tahu, syariat yang dijalankan di masa Nabi maupun Khulafaur Rasyidin juga untuk
masyarakat yang plural, kompleks dan tak hanya orang islam saja. Kita tahu
dibalik pernyataan mereka itu. Apakah ingin menjadi pahlawan bagi kelompok anti
islam ? Atau untuk menunjukan bahwa mereka bukan muslim yang fundamentalis,
garis keras atau fanatik ? Yang jelas, taruhan yang mereka pasang untuk itu
terlampau besar. Kalaupun mendapat ridha (sebagian) manusia, mereka harus
berhadapan dengan murka Allah.
PENGIDAP NIFAK AKUT
Sebenarnya,
aksi menggugat syariat itu hanya dilakukan oleh para pengidap penyakit nifak
yang sudah akut. Dan memang sejak dulu penyakit phobi syariat selalu menyebar
dan disebarkan oleh orang orang munafik. Sekali sekali mereka tidak rela dengan
tegaknya syariat. Secuil isu syariat di gelindingkan, mereka akan menyumbat
dengan sebongkah proteksi dan antisipasi. Allah menggambarkan watak paten orang
munafik, "apabila dikatakan kepada mereka: "marilah kamu (tunduk)
kepada hukum Rasul," niscaya kamu melihat orang-orang munafik menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS. An-nisa' : 61). Karakter itu
bertolak belakang dengan kaum mukminin yang dipuji oleh Allah,
"sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan rasulnya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah
ucapan." "Kami mendengar dan kami patu." Dan mereka itulah orang
yang beruntung." (QS.An-nuur : 51)
UJIAN BAGI ORANG MUKMIN
Rasa
sedih, kecewa dan bahkan kesal bisa saja menyelimuti benak para pendamba
tegaknya syariat. Karena perjuangan umat islam di Indonesia sejak dahulu selalu
kandas. Kesal karena penghalangnya justru dari para penganutnya sendiri yang
(mungkin) ingin mencari muka.tapi tentu saja, perjuangan itu tak akan sia-sia.
Jika Allah menghendaki, dia kuasa untuk merubah keadaan seketika. Syariat
tiba-tiba tegak tanpa melalui perjuangan, misalnya karena "Allah Pencipta
Langit dan Bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya : "jadilah" maka jadilah"
(QS.AL-Baqarah : 117) Belum teraihnya
dambaan kaum muslimin yang ingin melihat tegaknya syariat adalah merupakan
ujian, sebagai sarana untuk memisahkan, memilah dan menyaring, siapa yang
memperjuangkan, siapa yang memberi dukungan, siapa yang cuek dan siapa yang
menentang. Sebagaimana awal mula dakwah islam didengungkan. Kalau Allah
berkehendak, tentu Dia kuasa menjadikan Islam langsung memimpin dunia. Tapi
Allah hendak mengganjar para pejuangnya, dan memberikan balasan yang setimpal
atas orang-orang yang menghalanginya.
Wallahu A'lam bishawab.
Penulis Adalah Mahasiswa Ilmu
Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Malikussaleh (UNIMAL)
gregetnya mereka yang menghalangi :)
BalasHapusCatering Semarang